PERHATIAN para pecinta lingkungan saat ini tengah fokus ke perusahaan teknologi informasi (TI). Terlebih setelah pusat data (data center) untuk menunjang teknologi awan (cloud) membutuhkan energi yang tidak sedikit.
Dari 14 perusahaan TI besar dunia, Apple menjadi salah satu yang dikecam Greenpeace karena membutuhkan sumber energi dari batu bara yang dipakai sebagai energi listrik data center yang baru saja dibangun di North Carolina, Amerika Serikat dan satu lagi yang akan dibangun yaitu di Oregon, Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan How Clean is Your Cloud, jumlah investasi untuk kedua data center tersebut mencapai Rp9,2 triliun, atau sekitar 0,1% dari jumlah uang kas mereka.
Dari empat kategori penilaian yang dibuat oleh Greenpeace, Apple sama sekali tidak mendapatkan nilai yang membanggakan. Apple tidak mau berbagi informasi mengenai jumlah energi yang digunakan data center.
Jika dibandingkan dengan Google, perusahaan mesin pencari itu untuk pertama kalinya mempublikasikan informasi mengenai penggunaan energi dan gas rumah kaca yang dihasilkan. Greenpeace juga melihat infrastruktur yang digunakan oleh Apple untuk pusat datanya harus didukung oleh energi yang menghasilkan polusi.
Kemudian, produsen ipod, iphone, dan ipad itu juga tidak menggunakan standart yang sesuai dengan ketentuan Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) dalam hal efisiensi energi.
Hal tersebut akhirnya berkaitan dengan upaya prefentif terhadap efek gas rumah kaca yang sulit dilakukan karena Apple bersikap tertutup.
Namun, Apple sebenarnya telah menunjukkan itikad baik dengan bermaksud untuk berinvestasi ke energi yang terbarukan.
Untuk itu, bisa dipastikan Apple sebenarnya harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk menyediakan layanan yang ramah lingkungan. Setidaknya, Apple harus menyediakan 10% energi yang bersih dari keseluruhan total energi yang dibutuhkan.
0 komentar:
Posting Komentar